Laporan Skarifikasi Dan Perkecambahan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan ini. Judul dari laporan ini adalah “Skarifikasi
dan Perkecambahan”, yang
disusun sebagai salah satu syarat dalam mengikuti praktikum Silvika di
laboratorium Ekologi Program Studi
Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.
Laporan ini disusun bedasarkan hasil pengumpulan
data praktikum yang dilakukan. Data tersebut dibuktikan kembali oleh
teori-teori yang telah dikemukakan oleh para ahli sebelumnya.
Dalam penyusunan laporan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada Muhammad Basyuni, S.Hut., M.Si., Ph.D
selaku dosen pembimbing. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada
para asisten praktikum silvika yang telah membantu dan
membimbing penulis dalam pelaksanaan praktikum hingga terwujudnya laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini belum sempurna, baik dari segi
teknik penyusunan maupun dari
segi materi dan pembahasan. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
para pembaca atau pengguna laporan ini
demi penyempurnaan laporan ini. Semoga
laporan ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, April
2016
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Benih
adalah biji tanaman yang dipergunakan untuk tujuan penanaman (budidaya).
Tanaman dapat mencapai produksi secara maksimum jika salah satu sarana produksinya,
yaitu benih mempunyai daya kecamabah daya kecambah yang tinggi dengan tingkat
kekuatan tumbuh yang tinggi pula. Adakalanya benih dapat berkecambah, tetapi
dengan daya tumbuh yang jelek, yang banyak diakibatkan karena lemahnya tanaman
induknya. Biji-biji dari tanaman yang lemah pada umumnya mempunyai embrio yang
kecil dengan persediaan makan yang terbatas sehingga walaupun benih tersebut
dikecambahkan akan menghasilkan tanaman yang lemah. Biji yang masak pada saat
dipanen sangat baik, sedang biji yang kurang masak mempunyai kejelekan di
antaranya adalah dapat berkecambah (Heddy dkk, 1994).
Biji akan berkecambah setelah mengalami masa
dorman yang dapat disebabkan berbaai faktor internal, seperti embrio masih
berbentuk rudiment atau belum masak (dari segi fisiologi), kulit biji yang
tahan atau permiabel, atau adanya penghambat tumbuh. Perkecambahan sesungguhnya
adalah pertumbuhan embrio yang dimulai kembali setelah penyerapan air atau
imbibisi. Pada embrio telah dimulai organisasi tumbuhan dan susunan
jaringannya, yakni protoderm, prokambium, dan meristem dasar, Embrio adalah
struktur bersumbu dengan kutub akar dan kutub batang. Polaritas ini, yang telah
terlihat dalam susunan sitologis sel telur, tetap menjasi faktor morfogenetik
yang dominan dalam diferensiasi kecambah. Pada kecambah dikotil yang tidak
memiliki floem internal, jaringan pembuluh hipokotil di sebelah atas terbagi
menjadi beberapa berkas yang dapat didikuti hingga keeping biji. berkas itu
adalah jalan daun yang dalam hal ini adalah berkas pembuluh yang menuju keeping
biji (Hidayat, 1995).
Dormansi benih menunjukkan suatu
keadaan di mana benih-benih sehat (Viable) gagal berkecambah ketika berada
dalam kondisi yang merata normal baik untuk perkecambahan, seperti kelembaban
yang cukup, dan cahaya yang sesuai. Dormansi merupakan strategi untuk mencegah
perkecambahan di bawah kondisi di mana kemungkinan hidup kecambah atau anakan
rendah. Benih dengan pertumbuhan embrio yang belum berkembang pada saat
penyebaran tidak akan dapat berkecambah pada kondisi perkecambahan normal dan
karenanya tergolong kategori dorman yang disebut dengan dormansi morfologis.
Agar terjadi perkecambahan embrio harus tumbuh maksimal, ini dimungkinkan oleh
perlakuan lembab dan panas yang disebut after
ripening. Dormansi yang disebabkan oleh embrio yang belum masak seringkali
bercampur dengan tipe dormansi lainnya (Utomo, 2006).
Skarifikasi merupakan salah satu
upaya pretreatment atau perlakuan
awal pada benih yang ditujukan untuk mematahkan dormansi dan mempercepat
terjadinya perkecambahan benih yang seragam. Skarifikasi (pelukaan kulit benih)
adalah cara untuk memberikan kondisi benih yang impermeable menjadi permeable
melalui penusukan, pembakaran, pemecahan, pengikiran, dan penggoresan dengan
bantuan pisau, jarum, pemotong kuku, kertas, amplas dan alat lainnya (Schmidt
(2000) dalam Juhanda dkk, 2013).
Dormansi adalah suatu keadaan dimana benih
tidak dapat melakukan perkecambahan meskipun dalam keadaan yang optimum. Proses
perkecambahan benih merupakan suatu rangkaian kompleks dari perubahan-perubahan
morfologi, fisiologi dan biokimia. Proses perkecambahan fisiologis secara
biologis, terjadi beberapa proses berurutan selama perkecambahan biji adalah
tahap pertama perkecambahan benih dimulai dengan proses penyerapan air yang
berperan untuk melunakkan kulit benih dan hidrasi dari protoplasma. Tahap kedua
dimulai dengan kegiatan-kegiatan sel dan enzim-enzim serta naiknya tingkat respirasi
benih. Tahap ketiga merupakan tahap dimana terjadi penguraian bahan-bahan
seperti karbohidrat, lemak, dan protein menjadi bentuk-bentuk yang melarut dan
ditranslokasikan ke titik-titik tumbuh. Tahap keempat adalah asimilasi dari
bahan-bahan yang telah diuraikan tadi di daerah meristematik untuk menghasilkan
energi bagi kegiatan pembentukan komponen dan pertumbuhan sel-sel baru. (Novalina,
2010).
Tujuan
Tujuan
dari praktikum ini adalah untuk meningkatkan proses perkecambahan benih dan
meningkatkan presentasi kecambah.
TINJAUAN PUSTAKA
Benih yang
diskarifikasi akan menghasilkan proses imbibisi yang semakin baik. Air dan gas
akan lebih cepat masuk ke dalam benih karena kulit benih yang permeable. Air
yang masuk ke dalam benih menyebabkan proses metabolisme dalam benih berjalan
lebih cepat akibatnya perkecambahan yang dihasilkan akan semakin baik (Juhanda
dkk, 2013).
Dormansi
merupakan gangguan bagi pelakasana persemaian disebabkan oleh kebutuhan utama
perkecambahan yang seragam dan seumur untuk menjamin bahwa semua semai di
bedengan akan berukuran seragam pada waktu pemindahan. Skarifikasi diperlukan
jika kulit biji tidak dapat ditembus oksigen dan air, dan terdiri dari
penggosokan atau pengikiran, atau merendam dalam asam, hydrogen peroksida atau
air panas selama periode waktu yang bervariasi. Setiap jenis mempunyai
persyaratan tersendiri. Proses fisiologis dalam perkecambahan 1) Penyerapan air
terjadi, sebagian besar oleh imbibisi. 2) Perbesaran sel dan pembelahan sel
dimulai. 3) Enzim diaktifkan. 4) Karbohidrat, pati, lemak dan protein yang
tidak larut dihidrolisis menjadi substansi lebih sederhana larut dalam air yang
diangkut dari endosperma ke embrio. 5) Kecepatan respirasi bertambah cepat dan
energy yang dibebaskan digunakan untuk pertumbuhan dan panas. 6) Pertambahan
terjadi dalam perbesarab sel dan pembelahan sel. 7) Kehilangan berat terjadi
dengan cepat. 8) Diferensiasi sel menjadi berbagai jaringan dan organ semai
terjadi. 9) Perkecambahan sesungguhnya lengkap ketika semai telah menghasilkan
cukup areal fotosintesis untuk menyediakan kebutuhan karbohidratnya sendiri
(Daniel dkk, 1995).
Beberapa
perlakuan untuk mematahkan dormansi ini dapat dilakukan dengan 1) Skarifikasi
mekanis, yakni melalui penusukan, penggoresan, pemecahan, pengikiran atau
pembakaran dengan bantuan pisau, jarum, kikir, pembakar, kertas gosok atau
lainnya, yang merupakan cara paling efektif untuk mengatasi dormansi fisik. 2) Air panas, mematahkan
dormansi fisik pada Leguminosae melalui tegangan yang menyebabkkan pecahnya
lapisan macrosclereid, atau merusak
tutup strophiolar. 3) Pemanasan atau pembakaran. Suhu panas kering
berpengaruh sama dengan air mendidih terhadap kulit biji buah kering: ketegangan
dalam sel bagian luar menyebabkan keretakan sehingga gas dan air dapat
menembus. 4) Perlakuan dengan asam. Larutan asam seperti H2SO4 menyebabkan
kerusakan pada kulit biji dan dapat diterapkan baik pada legume maupun non
legum. 5) Bahan kimia lain. Hidrogen peroksida (H2O2)
juga diketahui dapat meningkatkan perkecambahan, namun mekanismenya tidak
dipahami sepenuhnya. 6) Metode biologi. Metode seperti pencernaan binatang
besar, pengaruh serangga atau mikroba jarang digunakan, namun sering dapat meningkatkan
permeabilitas benih (Utomo, 2006).
Perkecambahan merupakan aktifnya pertumbuhan
embrio yang mengakibatkan kemunculannya dari dalam benih serta berkembangnya
struktur-struktur penting yang menunjang perkembangan tumbuhan secara normal.
Dalam tahap ini, embrio di dalam biji yang semula berada pada kondisi dorman
mengalami sejumlah perubahan fisiologis sehingga berkembang menjadi tumbuhan
muda (kecambah). Perkecambahan dapat diartikan pula sebagai proses dimulainya
kembali metabolisme dan pertumbuhan yang tadinya tertunda. Ditandai dengan
telah munculnya radikula menembus kulit benih. Tipe perkecambahan 1) Epigeal
yaitu munculnyaradikula diikuti dengan memanjannya hipokotil secara keseluruhan
dan membawa serta kotiledon dan plumula ke atas permukaan. 2) Hipogeal yaitu
munculnya radikula dengan memanjangnya plumula , hipokotil, tidak memanjang ke
atas permukaan tanah sedangkan kotiledon
tetap berada di dalam kulit benih di bawah permukaan tanah (KEMENHUT, 2012).
Pada waktu
imbibisi , kandungan air meningkat, mula-mula cepat, kemudian lebih lambat.
Kini jaringan bermetabolisme secara aktif. Enzim yang telah ada diaktifkan
kembali, dan protein baru dengan kegiatan enzim baru disentesis untuk mencerna
dan menggunakan berbagai bahan cadangan yang tersimpan. Sebelum embrio menjadi
kecambah yang mandiri, ia menggunakan makanan yang tersimpan dan endosperm dan
dalam selnya sendiri. Peristiwa penting dalam diferensiasi embrio selama
perkecambahan adalah dimulainya perkecambahan sel pengangkut dalam pro cambium.
Waktu perkembangan jaringan pembuluh berkaitan dengan berbagai peristiwa
fisiologi. Dalam keping biji, metabolism
diaktifkan dan dikendalikan oleh rangsangan dari sumbu embrio. Gerakan
rangsangan itu nampaknya jatuh bersamaan dengan terjadinya hubungan vascular
antara sumbu dengan keping biji. Baik pada monokotil maupun dikotil,
perkecambahan dapat berjenis hypogeal, dengan keeping atau kedua keeping biji
terbungkus oleh kulit biji dan tetap berada di bawah permukaan tanah. Pada
jenis perkecambahan epigeal, keping biji terangkat ke atas permukaan tanah oleh
sumbu embrio yang memanjang (Hidayat, 1995).
Biji menjadi
masak (mature) di dalam buah, setelah
buah masak dan dipanen, biji-biji tersebut pada umumnya berada dalam keadaan
dorman untuk sesuatu jangka waktu (dapat sebentar atau lama). Dalam keadaan
dorman tersebut kadar air biji rendah (10
sampai 20%), laju metabolismenya rendah sekali. Dormansi dapat disebabkan oleh
terbentuknya zat-zat penghambat tumbuh di dalam biji, oleh karena kurang
tersedianya zat-zat penghambat tumbuh di dalam biji, oleh karena kurang
tersedinya zat-zat stimulasi tumbuh yang dihasilkan oleh embrio atau
terbentuknya lapisan kulit biji yang susah ditembus air dan oksigen. Dormansi
dapat dipatahkan dengan adanya perlakuan biji pada keadaan lingkungan seperti
keadaaan dingin, lembab, panas, harus melalui perut burung, perlakuan mekanis.
Biji quiescent adalh biji yang segera
dapat berkecambah pada keadaan lingkungan yang sesuai seperti adanya air,
oksigen, temperature, cahaya. Embrio segera bangun dan akan mulai tumbuh menjadi
kecambah (Heddy dkk,
1994).
METODE PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Praktikum Silvika yang berjudul ”Skarifikasi
dan Perkecambahan” ini dilaksanakan
pada hari Sabtu,
5 April 2014 pukul 13.00-15.00 WIB. Praktikum dilakukan di Laboratorim
Ekologi Program
Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Alat dan Bahan
Alat
yang digunakan dalam praktikum silvika kali ini yaitu alat tulis, bak
tabur/kantong plastik dan sprayer.
Bahan
yang digunakan yaitu benih tanaman kehutanan Paraserianthes
falcataria, Acacia auriculiformis, Adenanthera pavonina;
kertas pasir, pasir halus dan kertas.
Prosedur Praktikum
A.
Skarifikasi
1. Siapkan biji Paraserianthes
falcataria, Acacia auriculiformis,
dan Adenanthera pavonina yang
bagus.
2. Gosok sisi pinggir biji Adenanthera
pavonina dengan
kertas pasir.
3.
Siapkan
air mendidih.
4.
Masukan
biji Paraserianthes falcataria dan Acacia auriculiformis ke dalam air
tersebut selama 5 menit, kemudian rendamlah ke dalam air tab water selama 0
jam, 6 jam, 12 jam dan 24 jam.
5.
Catatlah
data-data tersebut.
B.
Penaburan benih
1.
Siapkan
benih yang sudah dipatahkan dormansinya.
2.
Siapkan
media pasir halus dan masukan media tersebut ke dalam bak-bak kecambah.
3.
Disiram
bak perkecambahan dengan sprayer tiap pagi dan sore.
4.
Hitung
nilai-nilai dari:
a. Persen kecambah (%K)
% K= Jumlah yang tumbuh hari ke i
X 100 Jumlah yang ditanam
a.
Nilai Kecambah
NK= PV X MDG
PV= Nilai puncak perkecambahan
Nilai PV diambil nilai yang
terbesar
MDG= % Perkecambahan pada akhir pengamatan
Lama pengamatan
b.
Jumlah rata-rata hari berkecambah (RH)
RH= ( n1 x h1 ) + (n2 x h2 )+……+ ( ni x hi
) = ∑ ni.hi n1 + n2 + ........ + ni ∑ ni
ni = ∑ benih yang berkecambah pada hari ke-1
hi = hari ke-1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil dari praktikum skrarifikasi dan
perkecambahan adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Data Penghitungan
Persentase
Perkecambahan Akasia (Acacia auriculiformis) dengan 4 Perlakuan
No
|
Jenis Perlakuan
|
Ditanam
|
Tumbuh
|
%K
|
PV
|
MDG
|
NK
|
RH
|
1
|
Direndam 0 jam
|
60
|
10
|
16,6%
|
0,033
|
0,0166
|
0,0005478
|
4
|
2
|
Direndam 6 jam
|
60
|
13
|
21,6%
|
0,025
|
0,0216
|
0,0005400
|
4,615
|
3
|
Direndam 12 jam
|
60
|
13
|
21,6%
|
0,033
|
0,0216
|
0,0007218
|
3,769
|
4
|
Direndam 24 jam
|
60
|
25
|
41,6%
|
0,033
|
0,0416
|
0,00137218
|
4,96
|
Tabel 2. Data Penghitungan
Persentase
Perkecambahan Sengon (Paraserianthes falcataria)
dengan 4
perlakuan
No
|
Jenis Perlakuan
|
Ditanam
|
Tumbuh
|
%K
|
PV
|
MDG
|
NK
|
RH
|
1
|
Direndam 0 jam
|
30
|
30
|
100%
|
0,125
|
0,1
|
0,0125
|
3,83
|
2
|
Direndam 6 jam
|
30
|
30
|
100%
|
0,1
|
0,1
|
0,01
|
3,73
|
3
|
Direndam 12 jam
|
30
|
30
|
100%
|
0,166
|
0,1
|
0,0166
|
5
|
4
|
Direndam 24 jam
|
30
|
30
|
100%
|
0,222
|
0,1
|
0,0222
|
3
|
Tabel 3. Data
Penghitungan Persentase Perkecambahan
Saga (Adenanthera pavoninna) dengan Pengamplasan
No
|
Jenis
Perlakuan
|
Ditanam
|
Tumbuh
|
% K
|
PV
|
MDG
|
NK
|
RH
|
1
|
Diamplas
|
120
|
81
|
67,5%
|
0,104
|
0,0675
|
0,00702
|
4,03
|
Pembahasan
Pada praktikum ini
digunakan biji Acacia auriculiformis,
Paraserianthes falcataria, dan Adenanthera
pavoninna. Pada setiap biji dilakukan perlakuan pendahuluan atau
skarifikasi. Pada biji Acacia
auriculiformis dan Paraserianthes falcataria dilakukan
dengan perendaman dengan air panas selama 5 menit sebelum dilakukan pembagian
perlakuan menjadi 0 jam, 6 jam, 12 jam dan 24 jam. Pada biji Adenanthera pavoninna skarifikasi
dilakukan dengan perlakuan diamplas menggunakan kertas pasir. Perlakuan awal
atau skarifikasi dilakukan sebagai pematahan masa dormansi. Dengan dilakukannya
skarifikasi maka biji lebih cepat mengalami imbibisi karena air dan gas lebih
mudah masuk terhadap kulit biji yang permeable dengan dilakukannya skarifikasi
maka akan menigkatkan perkecambahan. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang
dikemukakan oleh Juhanda dkk (2013) yang mengatakan bahwa benih yang
diskarifikasi akan menghasilkan proses imbibisi yang semakin baik. Air dan gas
akan lebih cepat masuk ke dalam benih karena kulit benih yang permeable. Air
yang masuk ke dalam benih menyebabkan proses metabolisme dalam benih berjalan
lebih cepat akibatnya perkecambahan yang dihasilkan akan semakin baik.
Pada praktikum ini dapat diperoleh hasil bahwa dari
ketiga jenis biji yang dikecambahkan yang mempunyai perkecambahan tertinggi
yaitu pada biji Paraserianthes
falcataria dengan %K dari setiap
perlakuan 0 jam, 6 jam, 12 jam dan 24 jam yaitu 100% yang artinya semua biji
yang ditabur sejumlah 30 biji tumbuh atau dapat berkecambah. Hal ini juga
disebabkan oleh sifat biji Paraserianthes
falcataria yang mudah berkecambah.
Perkecambahan yang baik juga dapat dipengaruhi oleh perlakuan skarifikasi yang
tepat. Dengan perendaman yang dilakukan pada biji Paraserianthes falcataria membuat biji ini semakin baik berkecambah.
Dari hasil praktikum
ini maka tidak dapat dilihat perbedaan kuantitas yang tumbuh pada setiap
perlakuan karena semua biji tumbuh, namun dapat dilihat dari nilai NK pada biji
Paraserianthes
falcataria bahwa Nilai Kecambah biji yang paling tinggi adalah biji yang direndam
24 jam dengan nilai NK yaitu 0,0222. Hal ini disebabkan oleh penaruh air yang
masuk ke dalam biji atau imbibisi. Pada saat imbibisi jaringan bermetabolisme
lebih cepat karena adanya air yang mengaktifkan enzim yang bekerja pada saat
perkecambahan yaitu enzim yang bekerja pada endosperm sebagai penyedia makanan
pada biji selama perkecambahan. Hal ini sesuai pernyataan yang dikemukakan oleh
Hidayat (2002) yang mengatakan bahwa pada waktu imbibisi , kandungan air meningkat,
mula-mula cepat, kemudian lebih lambat. Kini jaringan
bermetabolisme secara aktif. Enzim yang telah ada diaktifkan kembali, dan
protein baru dengan kegiatan enzim baru disentesis untuk mencerna dan
menggunakan berbagai bahan cadangan yang tersimpan. Sebelum embrio menjadi
kecambah yang mandiri, ia menggunakan makanan yang tersimpan dan endosperm dan
dalam selnya sendiri. Peristiwa penting dalam diferensiasi embrio selama
perkecambahan adalah dimulainya perkecambahan sel pengangkut dalam pro kambium.
Pada praktikum ini perkecambahan yang paling rendah adari ketiga jenis biji yang dikecambahkan adalah biji Acacia auriculiformis . Pada perkecambahan biji Acacia auriculiformis dapat diperoleh bahwa biji yang berkecambah sangat sedikit. Dari biji yang ditanam sebanyak 240 biji pada setiap perlakuan hanya 71 biji yang tumbuh dengan 60 biji pada setiap perlakuan 0 jam, 6 jam, 12 jam dan 24 jam. Hal ini dapat dilihat dari Nilai Kecambah (NK) yang sangat rendah pada setiap perlakuan.
Pada praktikum ini perkecambahan yang paling rendah adari ketiga jenis biji yang dikecambahkan adalah biji Acacia auriculiformis . Pada perkecambahan biji Acacia auriculiformis dapat diperoleh bahwa biji yang berkecambah sangat sedikit. Dari biji yang ditanam sebanyak 240 biji pada setiap perlakuan hanya 71 biji yang tumbuh dengan 60 biji pada setiap perlakuan 0 jam, 6 jam, 12 jam dan 24 jam. Hal ini dapat dilihat dari Nilai Kecambah (NK) yang sangat rendah pada setiap perlakuan.
Pada
biji Acacia auriculiformis walaupun
dilakukan perlakuan awal dengan perendaman dengan air panas namun dapat dilihat
bahwa hasil perkecambahannya tidak masksimal karena dari jumlah keseluruhan
biji yaitu 240 biji hanya 71 yang dapat berkecambah. Hal ini dapat disebabkan
oleh sifat biji yang mempunyai kulit yang keras, sehingga walaupun dilakukan
perendaman air tidak dapat menembus kulit biji sehingga susah untuk mematahkan
masa dormansi biji. Dengan keadaan air yang sedikit pada biji maka akan
mengurangi laju metabolism biji sehingga lambat bahkan tidak dapat berkecambah.
Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Heddy dkk (1994) yang
menatakan bahwa dalam keadaan dorman tersebut
kadar air biji rendah (10 sampai 20%), laju metabolismenya rendah
sekali. Dormansi dapat disebabkan oleh terbentuknya zat-zat penghambat tumbuh
di dalam biji, oleh karena kurang tersedianya
zat-zat penghambat tumbuh di dalam biji, oleh karena kurang tersedinya zat-zat
stimulasi tumbuh yang dihasilkan oleh embrio atau terbentuknya lapisan kulit
biji yang susah ditembus air dan oksigen.
Pada
praktikum ini perlakuan awal atau skarifikasi pada biji Adenanthera pavoninna dilakukan dengan diamplas menggunakan kertas
pasir. Hal ini dilakukan untuk mempercepat perkecambahan karena biji yang
diamplas hingga terlihat bagian endocarp biji akan memudahkan air masuk. Untuk
lebih efektif pengampalsan dapat dilakukan pada keliling pingggir biji. hal ini
dilakukan untuk memudahkan air dan oksigen masuk ke dalam biji dalam melakukan
imbibisi sehingga proses perkecambahan lebih cepat. Pengamplasan dilakukan pada
bagian pangkal biji dimana embrio terdapat. Hal ini dilakukan karena embrio
yang akan menjadi individu baru dapat segera berkecambah. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Novalina (2010) yang mengatakan bahwa skarifikasi pada bagian
pangkal biji dekat dengan embrio menyebabkan air lebih mudah menembus kulit
biji sehingga mempercepat perkecambahan dan skarifikasi juga dapat dilakukan
dengan penipisan kulit endocarp pada seluruh permukaan biji sampai kelihatan
endosperm biji yang menghalangi masuknya air ke dalam benih. Skarifikasi pada
bagian pangkal biji harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai embrio
rusak.
Pada
biji Adenanthera pavoninna dari 120
yang ditanam hanya 81 yang dapat berkecambah. Biji Adenanthera pavoninna yang tidak dapat berkecambah dari hasil
pengamatan banyak biji yang mengalami jamuran. Biji yang mengalami jamuran
dapat disebabkan oleh umur biji yang terlalu lama disimpan. Penyimpanan yang
lama mengakibatkan molekul dalam biji sudah mengalami kerusakan sehingga biji
tidak dapat lagi berkecambah. Kejamuran pada biji akan mengakibatkan viabilitas
biji rendah. Faktor kejamuran secara pasti mengurangi viabilitas pada kandungan
lengas biji yang tinggi tetapi kalau tidak demikian faktornya adalah fisiologik
dan tampaknya berkaitan dengan keawetan molekul-molekul kompleks, terutama di
dalam kromosom, dan pemeliharaan integritas membran di dalam dan di antara
sel-sel. Hal ini akan mengakibatkan kemmapuan benih untuk
menghasilkan produk yang baik sangat kecil, bahkan kemungkinan benih untuk
tumbuh juga sangat kecil, untuk itu perlu diperhatikan kualitas biji.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.
Persen perkecambahan pada kecambah Sengon (Paraserianthes falcataria) pada setiap
perlakuan 0 jam, 6 jam, 12 jam dan 24 jam adalah 100% artinya semua biji yang
ditanam dapat berkecambah.
2.
Persen perkecambahan yang paling rendah
dari ketiga jenis biji adalah biji Akasia (Acacia
auriculiformis), dengan biji yang tumbuh secara keseluruhan dari setiap
perlakuan adalah 71 biji dari 240 biji yang dikecambahkan.
3.
Nilai Kecambah (NK) biji Akasia (Acacia auriculiformis) yang paling
tinggi dari setiap perlakuan adalah biji yang direndam 24 jam dengan nilai NK 0,00137218.
4.
Nilai Kecambah (NK) biji Sengon (Paraserianthes falcataria) yang paling tinggi dari setiap perlakuan
adalah biji yang direndam 24 jam dengan nilai NK 0,0222.
5.
Biji saga (Adenanthera pavoninna) yang berkecambah
81 biji dari 120 biji yang dikecambahkan dengan persen perkecambahan (%K)
sebesar 67,5%.
6.
Dari ketiga jenis biji
yaitu Acacia
auriculiformis, Paraserianthes falcataria, Adenanthera
pavoninna yang paling cepat
berkecambah adalah Paraserianthes falcataria.
Saran
Pada saat meletakkan bak kecambah
benih sebaiknya tidak diletakkan pada tempat yang lembab atau basah karena
dapat menggangu proses perkecambahan sehingga dapat tumbuh jamur pada tanah
tempat benih di tanam.
Daftar pustakanya gk sekalian dibuat . ??
BalasHapusHow Good Is RNG Games? - Slots Sites
BalasHapusMany games involve expanding the base for each player”, 우리카지노 meaning how much you need to make a certain amount, especially when dealing with them. 바카라사이트 For example, a