Laporan Skarifikasi Dan Perkecambahan

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan ini. Judul dari laporan ini adalahSkarifikasi dan Perkecambahan, yang disusun sebagai salah satu syarat dalam mengikuti praktikum Silvika di laboratorium Ekologi Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.
Laporan ini disusun bedasarkan hasil pengumpulan data praktikum yang dilakukan. Data tersebut dibuktikan kembali oleh teori-teori yang telah dikemukakan oleh para ahli sebelumnya.
Dalam penyusunan laporan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada  Muhammad Basyuni, S.Hut., M.Si., Ph.D selaku dosen pembimbing. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para  asisten praktikum silvika yang telah membantu dan membimbing penulis dalam pelaksanaan praktikum hingga terwujudnya laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini belum sempurna, baik dari segi teknik penyusunan maupun dari segi materi dan pembahasan. Untuk  itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca atau pengguna laporan ini  demi penyempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.


                      Medan,    April 2016

                                                                                                                                 Penulis









PENDAHULUAN 
Latar Belakang
            Benih adalah biji tanaman yang dipergunakan untuk tujuan penanaman (budidaya). Tanaman dapat mencapai produksi secara maksimum jika salah satu sarana produksinya, yaitu benih mempunyai daya kecamabah daya kecambah yang tinggi dengan tingkat kekuatan tumbuh yang tinggi pula. Adakalanya benih dapat berkecambah, tetapi dengan daya tumbuh yang jelek, yang banyak diakibatkan karena lemahnya tanaman induknya. Biji-biji dari tanaman yang lemah pada umumnya mempunyai embrio yang kecil dengan persediaan makan yang terbatas sehingga walaupun benih tersebut dikecambahkan akan menghasilkan tanaman yang lemah. Biji yang masak pada saat dipanen sangat baik, sedang biji yang kurang masak mempunyai kejelekan di antaranya adalah dapat berkecambah (Heddy dkk, 1994).
            Biji  akan berkecambah setelah mengalami masa dorman yang dapat disebabkan berbaai faktor internal, seperti embrio masih berbentuk rudiment atau belum masak (dari segi fisiologi), kulit biji yang tahan atau permiabel, atau adanya penghambat tumbuh. Perkecambahan sesungguhnya adalah pertumbuhan embrio yang dimulai kembali setelah penyerapan air atau imbibisi. Pada embrio telah dimulai organisasi tumbuhan dan susunan jaringannya, yakni protoderm, prokambium, dan meristem dasar, Embrio adalah struktur bersumbu dengan kutub akar dan kutub batang. Polaritas ini, yang telah terlihat dalam susunan sitologis sel telur, tetap menjasi faktor morfogenetik yang dominan dalam diferensiasi kecambah. Pada kecambah dikotil yang tidak memiliki floem internal, jaringan pembuluh hipokotil di sebelah atas terbagi menjadi beberapa berkas yang dapat didikuti hingga keeping biji. berkas itu adalah jalan daun yang dalam hal ini adalah berkas pembuluh yang menuju keeping biji (Hidayat, 1995).
            Dormansi benih menunjukkan suatu keadaan di mana benih-benih sehat (Viable) gagal berkecambah ketika berada dalam kondisi yang merata normal baik untuk perkecambahan, seperti kelembaban yang cukup, dan cahaya yang sesuai. Dormansi merupakan strategi untuk mencegah perkecambahan di bawah kondisi di mana kemungkinan hidup kecambah atau anakan rendah. Benih dengan pertumbuhan embrio yang belum berkembang pada saat penyebaran tidak akan dapat berkecambah pada kondisi perkecambahan normal dan karenanya tergolong kategori dorman yang disebut dengan dormansi morfologis. Agar terjadi perkecambahan embrio harus tumbuh maksimal, ini dimungkinkan oleh perlakuan lembab dan panas yang disebut after ripening. Dormansi yang disebabkan oleh embrio yang belum masak seringkali bercampur dengan tipe dormansi lainnya (Utomo, 2006).
            Skarifikasi merupakan salah satu upaya pretreatment atau perlakuan awal pada benih yang ditujukan untuk mematahkan dormansi dan mempercepat terjadinya perkecambahan benih yang seragam. Skarifikasi (pelukaan kulit benih) adalah cara untuk memberikan kondisi benih yang impermeable menjadi permeable melalui penusukan, pembakaran, pemecahan, pengikiran, dan penggoresan dengan bantuan pisau, jarum, pemotong kuku, kertas, amplas dan alat lainnya (Schmidt (2000) dalam Juhanda dkk, 2013).
             Dormansi adalah suatu keadaan dimana benih tidak dapat melakukan perkecambahan meskipun dalam keadaan yang optimum. Proses perkecambahan benih merupakan suatu rangkaian kompleks dari perubahan-perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia. Proses perkecambahan fisiologis secara biologis, terjadi beberapa proses berurutan selama perkecambahan biji adalah tahap pertama perkecambahan benih dimulai dengan proses penyerapan air yang berperan untuk melunakkan kulit benih dan hidrasi dari protoplasma. Tahap kedua dimulai dengan kegiatan-kegiatan sel dan enzim-enzim serta naiknya tingkat respirasi benih. Tahap ketiga merupakan tahap dimana terjadi penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak, dan protein menjadi bentuk-bentuk yang melarut dan ditranslokasikan ke titik-titik tumbuh. Tahap keempat adalah asimilasi dari bahan-bahan yang telah diuraikan tadi di daerah meristematik untuk menghasilkan energi bagi kegiatan pembentukan komponen dan pertumbuhan sel-sel baru.      (Novalina, 2010).

Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk meningkatkan proses perkecambahan benih dan meningkatkan presentasi kecambah.



TINJAUAN PUSTAKA

         Benih yang diskarifikasi akan menghasilkan proses imbibisi yang semakin baik. Air dan gas akan lebih cepat masuk ke dalam benih karena kulit benih yang permeable. Air yang masuk ke dalam benih menyebabkan proses metabolisme dalam benih berjalan lebih cepat akibatnya perkecambahan yang dihasilkan akan semakin baik (Juhanda dkk,  2013).
Dormansi merupakan gangguan bagi pelakasana persemaian disebabkan oleh kebutuhan utama perkecambahan yang seragam dan seumur untuk menjamin bahwa semua semai di bedengan akan berukuran seragam pada waktu pemindahan. Skarifikasi diperlukan jika kulit biji tidak dapat ditembus oksigen dan air, dan terdiri dari penggosokan atau pengikiran, atau merendam dalam asam, hydrogen peroksida atau air panas selama periode waktu yang bervariasi. Setiap jenis mempunyai persyaratan tersendiri. Proses fisiologis dalam perkecambahan 1) Penyerapan air terjadi, sebagian besar oleh imbibisi. 2) Perbesaran sel dan pembelahan sel dimulai. 3) Enzim diaktifkan. 4) Karbohidrat, pati, lemak dan protein yang tidak larut dihidrolisis menjadi substansi lebih sederhana larut dalam air yang diangkut dari endosperma ke embrio. 5) Kecepatan respirasi bertambah cepat dan energy yang dibebaskan digunakan untuk pertumbuhan dan panas. 6) Pertambahan terjadi dalam perbesarab sel dan pembelahan sel. 7) Kehilangan berat terjadi dengan cepat. 8) Diferensiasi sel menjadi berbagai jaringan dan organ semai terjadi. 9) Perkecambahan sesungguhnya lengkap ketika semai telah menghasilkan cukup areal fotosintesis untuk menyediakan kebutuhan karbohidratnya sendiri (Daniel dkk,  1995).
        Beberapa perlakuan untuk mematahkan dormansi ini dapat dilakukan dengan 1) Skarifikasi mekanis, yakni melalui penusukan, penggoresan, pemecahan, pengikiran atau pembakaran dengan bantuan pisau, jarum, kikir, pembakar, kertas gosok atau lainnya, yang merupakan cara paling efektif untuk mengatasi dormansi fisik. 2) Air panas, mematahkan dormansi fisik pada Leguminosae melalui tegangan yang menyebabkkan pecahnya lapisan macrosclereid, atau merusak tutup strophiolar. 3) Pemanasan atau pembakaran. Suhu panas kering berpengaruh sama dengan air mendidih terhadap kulit biji buah kering: ketegangan dalam sel bagian luar menyebabkan keretakan sehingga gas dan air dapat menembus. 4) Perlakuan dengan asam. Larutan asam seperti H2SO4 menyebabkan kerusakan pada kulit biji dan dapat diterapkan baik pada legume maupun non legum. 5) Bahan kimia lain. Hidrogen peroksida (H2O2) juga diketahui dapat meningkatkan perkecambahan, namun mekanismenya tidak dipahami sepenuhnya. 6) Metode biologi. Metode seperti pencernaan binatang besar, pengaruh serangga atau mikroba jarang digunakan, namun sering dapat meningkatkan permeabilitas benih (Utomo, 2006).
     Perkecambahan merupakan aktifnya pertumbuhan embrio yang mengakibatkan kemunculannya dari dalam benih serta berkembangnya struktur-struktur penting yang menunjang perkembangan tumbuhan secara normal. Dalam tahap ini, embrio di dalam biji yang semula berada pada kondisi dorman mengalami sejumlah perubahan fisiologis sehingga berkembang menjadi tumbuhan muda (kecambah). Perkecambahan dapat diartikan pula sebagai proses dimulainya kembali metabolisme dan pertumbuhan yang tadinya tertunda. Ditandai dengan telah munculnya radikula menembus kulit benih. Tipe perkecambahan 1) Epigeal yaitu munculnyaradikula diikuti dengan memanjannya hipokotil secara keseluruhan dan membawa serta kotiledon dan plumula ke atas permukaan. 2) Hipogeal yaitu munculnya radikula dengan memanjangnya plumula , hipokotil, tidak memanjang ke atas permukaan tanah sedangkan kotiledon tetap berada di dalam kulit benih di bawah permukaan tanah (KEMENHUT, 2012).
      Pada waktu imbibisi , kandungan air meningkat, mula-mula cepat, kemudian lebih lambat. Kini jaringan bermetabolisme secara aktif. Enzim yang telah ada diaktifkan kembali, dan protein baru dengan kegiatan enzim baru disentesis untuk mencerna dan menggunakan berbagai bahan cadangan yang tersimpan. Sebelum embrio menjadi kecambah yang mandiri, ia menggunakan makanan yang tersimpan dan endosperm dan dalam selnya sendiri. Peristiwa penting dalam diferensiasi embrio selama perkecambahan adalah dimulainya perkecambahan sel pengangkut dalam pro cambium. Waktu perkembangan jaringan pembuluh berkaitan dengan berbagai peristiwa fisiologi.  Dalam keping biji, metabolism diaktifkan dan dikendalikan oleh rangsangan dari sumbu embrio. Gerakan rangsangan itu nampaknya jatuh bersamaan dengan terjadinya hubungan vascular antara sumbu dengan keping biji. Baik pada monokotil maupun dikotil, perkecambahan dapat berjenis hypogeal, dengan keeping atau kedua keeping biji terbungkus oleh kulit biji dan tetap berada di bawah permukaan tanah. Pada jenis perkecambahan epigeal, keping biji terangkat ke atas permukaan tanah oleh sumbu embrio yang memanjang (Hidayat, 1995).
     Biji menjadi masak (mature) di dalam buah, setelah buah masak dan dipanen, biji-biji tersebut pada umumnya berada dalam keadaan dorman untuk sesuatu jangka waktu (dapat sebentar atau lama). Dalam keadaan dorman tersebut  kadar air biji rendah (10 sampai 20%), laju metabolismenya rendah sekali. Dormansi dapat disebabkan oleh terbentuknya zat-zat penghambat tumbuh di dalam biji, oleh karena kurang tersedianya zat-zat penghambat tumbuh di dalam biji, oleh karena kurang tersedinya zat-zat stimulasi tumbuh yang dihasilkan oleh embrio atau terbentuknya lapisan kulit biji yang susah ditembus air dan oksigen. Dormansi dapat dipatahkan dengan adanya perlakuan biji pada keadaan lingkungan seperti keadaaan dingin, lembab, panas, harus melalui perut burung, perlakuan mekanis. Biji quiescent adalh biji yang segera dapat berkecambah pada keadaan lingkungan yang sesuai seperti adanya air, oksigen, temperature, cahaya. Embrio segera bangun dan akan mulai tumbuh menjadi kecambah (Heddy dkk, 1994).

METODE PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat
Praktikum Silvika yang berjudul ”Skarifikasi dan Perkecambahan” ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 5 April 2014  pukul 13.00-15.00 WIB. Praktikum dilakukan di Laboratorim Ekologi Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum silvika kali ini yaitu alat tulis, bak tabur/kantong plastik dan sprayer. Bahan yang digunakan yaitu benih tanaman kehutanan Paraserianthes falcataria, Acacia auriculiformis, Adenanthera pavonina; kertas pasir, pasir halus dan kertas.

Prosedur Praktikum
A. Skarifikasi
1.    Siapkan biji Paraserianthes falcataria, Acacia auriculiformis, dan Adenanthera pavonina yang bagus.
2.    Gosok sisi pinggir biji Adenanthera pavonina dengan kertas pasir.
3.    Siapkan air mendidih.
4.    Masukan biji Paraserianthes falcataria dan Acacia auriculiformis ke dalam air tersebut selama 5 menit, kemudian rendamlah ke dalam air tab water selama 0 jam, 6 jam, 12 jam dan 24 jam.
5.    Catatlah data-data tersebut.

B. Penaburan benih
1.    Siapkan benih yang sudah dipatahkan dormansinya.
2.    Siapkan media pasir halus dan masukan media tersebut ke dalam bak-bak kecambah.
3.    Disiram bak perkecambahan dengan sprayer tiap pagi dan sore.
4.    Hitung nilai-nilai dari:
a.       Persen kecambah (%K)
% K= Jumlah yang tumbuh hari ke i   X 100                                                                           Jumlah yang ditanam

a.       Nilai Kecambah
NK= PV X MDG
PV= Nilai puncak perkecambahan
Nilai PV diambil nilai yang terbesar
MDG=  % Perkecambahan pada akhir pengamatan                                      
                                           Lama pengamatan

b.      Jumlah rata-rata hari berkecambah (RH)
RH= ( n1 x h1 ) + (n2 x h2 )+……+ ( ni x hi ) = ni.hi                                                                      n1 + n2 + ........ + ni                              ni

ni = benih yang berkecambah pada hari ke-1
hi = hari ke-1



HASIL DAN PEMBAHASAN 


Hasil
            Hasil dari praktikum skrarifikasi dan perkecambahan adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Data Penghitungan Persentase Perkecambahan Akasia  (Acacia auriculiformis) dengan 4 Perlakuan
No
Jenis Perlakuan
Ditanam
Tumbuh
%K
PV
MDG
NK
RH
1
Direndam 0 jam
60
10
16,6%
0,033
0,0166
0,0005478
4
2
Direndam 6 jam
60
13
21,6%
0,025
0,0216
0,0005400
4,615
3
Direndam 12 jam
60
13
21,6%
0,033
0,0216
0,0007218
3,769
4
Direndam 24 jam
60
25
41,6%
0,033
0,0416
0,00137218
4,96

Tabel 2. Data Penghitungan Persentase Perkecambahan Sengon (Paraserianthes falcataria) dengan 4 perlakuan
No
Jenis Perlakuan
Ditanam
Tumbuh
%K
PV
MDG
NK
RH
1
Direndam 0 jam
30
30
100%
0,125
0,1
0,0125
3,83
2
Direndam 6 jam
30
30
100%
0,1
0,1
0,01
3,73
3
Direndam 12 jam
30
30
100%
0,166
0,1
0,0166
5
4
Direndam 24 jam
30
30
100%
0,222
0,1
0,0222
3

Tabel 3. Data Penghitungan Persentase Perkecambahan Saga (Adenanthera pavoninna) dengan Pengamplasan
No
Jenis
Perlakuan
Ditanam
Tumbuh
% K
PV
MDG
NK
RH
1
Diamplas
120
81
67,5%
0,104
0,0675
0,00702
4,03


Pembahasan 
    Pada praktikum ini digunakan biji Acacia auriculiformis, Paraserianthes falcataria, dan Adenanthera pavoninna. Pada setiap biji dilakukan perlakuan pendahuluan atau skarifikasi. Pada biji Acacia auriculiformis dan Paraserianthes falcataria dilakukan dengan perendaman dengan air panas selama 5 menit sebelum dilakukan pembagian perlakuan menjadi 0 jam, 6 jam, 12 jam dan 24 jam. Pada biji Adenanthera pavoninna skarifikasi dilakukan dengan perlakuan diamplas menggunakan kertas pasir. Perlakuan awal atau skarifikasi dilakukan sebagai pematahan masa dormansi. Dengan dilakukannya skarifikasi maka biji lebih cepat mengalami imbibisi karena air dan gas lebih mudah masuk terhadap kulit biji yang permeable dengan dilakukannya skarifikasi maka akan menigkatkan perkecambahan. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Juhanda dkk (2013) yang mengatakan bahwa benih yang diskarifikasi akan menghasilkan proses imbibisi yang semakin baik. Air dan gas akan lebih cepat masuk ke dalam benih karena kulit benih yang permeable. Air yang masuk ke dalam benih menyebabkan proses metabolisme dalam benih berjalan lebih cepat akibatnya perkecambahan yang dihasilkan akan semakin baik.
Pada praktikum ini dapat diperoleh hasil bahwa dari ketiga jenis biji yang dikecambahkan yang mempunyai perkecambahan tertinggi yaitu pada biji Paraserianthes falcataria dengan %K dari setiap perlakuan 0 jam, 6 jam, 12 jam dan 24 jam yaitu 100% yang artinya semua biji yang ditabur sejumlah 30 biji tumbuh atau dapat berkecambah. Hal ini juga disebabkan oleh sifat biji Paraserianthes falcataria yang mudah berkecambah. Perkecambahan yang baik juga dapat dipengaruhi oleh perlakuan skarifikasi yang tepat. Dengan perendaman yang dilakukan pada biji Paraserianthes falcataria  membuat biji ini semakin baik berkecambah.
Dari hasil praktikum ini maka tidak dapat dilihat perbedaan kuantitas yang tumbuh pada setiap perlakuan karena semua biji tumbuh, namun dapat dilihat dari nilai NK pada biji Paraserianthes falcataria bahwa Nilai Kecambah biji yang paling tinggi adalah biji yang direndam 24 jam dengan nilai NK yaitu 0,0222. Hal ini disebabkan oleh penaruh air yang masuk ke dalam biji atau imbibisi. Pada saat imbibisi jaringan bermetabolisme lebih cepat karena adanya air yang mengaktifkan enzim yang bekerja pada saat perkecambahan yaitu enzim yang bekerja pada endosperm sebagai penyedia makanan pada biji selama perkecambahan. Hal ini sesuai pernyataan yang dikemukakan oleh Hidayat (2002) yang mengatakan bahwa pada waktu imbibisi , kandungan air meningkat, mula-mula cepat, kemudian lebih lambat. Kini jaringan bermetabolisme secara aktif. Enzim yang telah ada diaktifkan kembali, dan protein baru dengan kegiatan enzim baru disentesis untuk mencerna dan menggunakan berbagai bahan cadangan yang tersimpan. Sebelum embrio menjadi kecambah yang mandiri, ia menggunakan makanan yang tersimpan dan endosperm dan dalam selnya sendiri. Peristiwa penting dalam diferensiasi embrio selama perkecambahan adalah dimulainya perkecambahan sel pengangkut dalam pro kambium.
      
Pada praktikum ini perkecambahan yang paling rendah adari ketiga jenis biji yang dikecambahkan adalah biji Acacia auriculiformis . Pada perkecambahan biji Acacia auriculiformis dapat diperoleh bahwa biji yang berkecambah sangat sedikit. Dari biji yang ditanam sebanyak 240 biji pada setiap perlakuan hanya 71 biji yang tumbuh dengan 60 biji pada setiap perlakuan 0 jam, 6 jam, 12 jam dan 24 jam. Hal ini dapat dilihat dari Nilai Kecambah (NK) yang sangat rendah pada setiap perlakuan.
Pada biji Acacia auriculiformis walaupun dilakukan perlakuan awal dengan perendaman dengan air panas namun dapat dilihat bahwa hasil perkecambahannya tidak masksimal karena dari jumlah keseluruhan biji yaitu 240 biji hanya 71 yang dapat berkecambah. Hal ini dapat disebabkan oleh sifat biji yang mempunyai kulit yang keras, sehingga walaupun dilakukan perendaman air tidak dapat menembus kulit biji sehingga susah untuk mematahkan masa dormansi biji. Dengan keadaan air yang sedikit pada biji maka akan mengurangi laju metabolism biji sehingga lambat bahkan tidak dapat berkecambah. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Heddy dkk (1994) yang menatakan bahwa dalam keadaan dorman tersebut  kadar air biji rendah (10 sampai 20%), laju metabolismenya rendah sekali. Dormansi dapat disebabkan oleh terbentuknya zat-zat penghambat tumbuh di dalam biji, oleh karena kurang tersedianya zat-zat penghambat tumbuh di dalam biji, oleh karena kurang tersedinya zat-zat stimulasi tumbuh yang dihasilkan oleh embrio atau terbentuknya lapisan kulit biji yang susah ditembus air dan oksigen.
Pada praktikum ini perlakuan awal atau skarifikasi pada biji Adenanthera pavoninna dilakukan dengan diamplas menggunakan kertas pasir. Hal ini dilakukan untuk mempercepat perkecambahan karena biji yang diamplas hingga terlihat bagian endocarp biji akan memudahkan air masuk. Untuk lebih efektif pengampalsan dapat dilakukan pada keliling pingggir biji. hal ini dilakukan untuk memudahkan air dan oksigen masuk ke dalam biji dalam melakukan imbibisi sehingga proses perkecambahan lebih cepat. Pengamplasan dilakukan pada bagian pangkal biji dimana embrio terdapat. Hal ini dilakukan karena embrio yang akan menjadi individu baru dapat segera berkecambah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Novalina (2010) yang mengatakan bahwa skarifikasi pada bagian pangkal biji dekat dengan embrio menyebabkan air lebih mudah menembus kulit biji sehingga mempercepat perkecambahan dan skarifikasi juga dapat dilakukan dengan penipisan kulit endocarp pada seluruh permukaan biji sampai kelihatan endosperm biji yang menghalangi masuknya air ke dalam benih. Skarifikasi pada bagian pangkal biji harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai embrio rusak.
Pada biji Adenanthera pavoninna dari 120 yang ditanam hanya 81 yang dapat berkecambah. Biji Adenanthera pavoninna yang tidak dapat berkecambah dari hasil pengamatan banyak biji yang mengalami jamuran. Biji yang mengalami jamuran dapat disebabkan oleh umur biji yang terlalu lama disimpan. Penyimpanan yang lama mengakibatkan molekul dalam biji sudah mengalami kerusakan sehingga biji tidak dapat lagi berkecambah. Kejamuran pada biji akan mengakibatkan viabilitas biji rendah. Faktor kejamuran secara pasti mengurangi viabilitas pada kandungan lengas biji yang tinggi tetapi kalau tidak demikian faktornya adalah fisiologik dan tampaknya berkaitan dengan keawetan molekul-molekul kompleks, terutama di dalam kromosom, dan pemeliharaan integritas membran di dalam dan di antara sel-sel. Hal ini akan mengakibatkan kemmapuan benih untuk menghasilkan produk yang baik sangat kecil, bahkan kemungkinan benih untuk tumbuh juga sangat kecil, untuk itu perlu diperhatikan kualitas biji. 


KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN DAN SARAN 

Kesimpulan
1.        Persen perkecambahan pada kecambah Sengon (Paraserianthes falcataria) pada setiap perlakuan 0 jam, 6 jam, 12 jam dan 24 jam adalah 100% artinya semua biji yang ditanam dapat berkecambah.
2.        Persen perkecambahan yang paling rendah dari ketiga jenis biji adalah biji  Akasia (Acacia auriculiformis), dengan biji yang tumbuh secara keseluruhan dari setiap perlakuan adalah 71 biji dari 240 biji yang dikecambahkan.
3.        Nilai Kecambah (NK) biji Akasia (Acacia auriculiformis) yang paling tinggi dari setiap perlakuan adalah biji yang direndam 24 jam dengan nilai NK 0,00137218.
4.        Nilai Kecambah (NK) biji Sengon (Paraserianthes falcataria)  yang paling tinggi dari setiap perlakuan adalah biji yang direndam 24 jam dengan nilai NK 0,0222.
5.        Biji saga (Adenanthera pavoninna) yang berkecambah 81 biji dari 120 biji yang dikecambahkan dengan persen perkecambahan (%K) sebesar 67,5%.
6.        Dari ketiga jenis biji yaitu Acacia auriculiformis, Paraserianthes falcataria, Adenanthera pavoninna yang paling cepat berkecambah adalah  Paraserianthes falcataria.

Saran
            Pada saat meletakkan bak kecambah benih sebaiknya tidak diletakkan pada tempat yang lembab atau basah karena dapat menggangu proses perkecambahan sehingga dapat tumbuh jamur pada tanah tempat benih di tanam.



Komentar

  1. Daftar pustakanya gk sekalian dibuat . ??

    BalasHapus
  2. How Good Is RNG Games? - Slots Sites
    Many games involve expanding the base for each player”, 우리카지노 meaning how much you need to make a certain amount, especially when dealing with them. 바카라사이트 For example, a

    BalasHapus

Posting Komentar